HEADLINE - PNS Pria Bisa Cuti Sebulan Saat Istri Melahirkan, Pelayanan Publik Terganggu?
H E A D L I N E N E W S
PNS Pria Bisa Cuti Sebulan Saat Istri Melahirkan, Pelayanan Publik Terganggu?
HDL No. 28 / 16 Maret 2018 / Liputan6.com
Dalam Peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017, kesempatan cuti paling lama satu bulan ini disebut dengan Cuti Alasan Penting (CAP). Ketetapan yang dikeluarkan oleh BKN ini turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Mohammad Ridwan menjelaskan, sebagai bentuk dukungan pemerintah pada pengarusutamaan gender dengan memberikan kesempatan sama kepada PNS laki-laki dan wanita dalam mengurus keluarga.
"Dalam peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017 disebutkan CAP bagi PNS laki-laki yang mendampingi istri bersalin tersebut tidak memotong cuti tahunan dan selama menggunakan hak atas cuti karena alasan penting, PNS yang bersangkutan menerima penghasilan PNS," jelas dia akhir pekan lalu.
Penghasilan itu antara lain terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tunjangan jabatan hingga ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur gaji, tunjangan dan fasilitas PNS.
"Secara umum pemberian cuti melahirkan bagi pekerja laki-laki di Indonesia belum diatur dalam aturan khusus, dan jikapun terdapat perusahaan swasta yang memberlakukan kebijakan tersebut, jangka waktu cuti yang diberikan beragam," kata dia.
Ridwan lebih jauh mengungkapkan, dalam peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017, cuti alasan penting maksimal satu bulan bisa diberikan dengan syarat.
"Kalau pejabat yang berwenang atau atasannya mengizinkan dan bisa membuktikan surat keterangan rawat inap dari rumah sakit atau puskesmas selama satu bulan, monggo saja," dia menjelaskan.
Namun saat ini, Ridwan mengaku, melahirkan dengan cara normal biasanya rawat inap hanya dua hari. Sementara operasi caesar paling lama satu minggu.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur pun angkat bicara dengan aturan BKN tersebut. Dia mengungkapkan, sebenarnya tidak ada aturan yang menyatakan jika PNS pria boleh mengambil cuti selama 1 bulan untuk menemani istrinya melahirkan.
"Enggak ada kata-kata (dalam aturan) yang dibolehkan sampai 1 bulan," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Menurut dia, ketentuan dan tata cara cuti bagi para PNS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan dalam Peraturan Kepala (Perka) Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Dalam payung hukum tersebut, lanjut Asman, PNS pria diizinkan untuk mendapatkan cuti lebih panjang bila istrinya melahirkan kemudian harus dirawat di rumah sakit. Peraturan cuti itu sudah diatur dalam PP 11/2017.
"Kaitan dengan pria diatur dalam Perka BKN. Dalam Perka itu sebenarnya pria yang bisa diizinkan untuk cuti, apabila istrinya dirawat di RS. Jadi selama dirawat, misalnya berapa hari, dia diizinkan selama istrinya dirawat di rumah sakit, karena melahirkan. Kalau dirawat ya," jelas dia.
Sedangkan jika istrinya tidak harus mendapatkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit dan bisa segera diizinkan pulang pasca melahirkan, maka aturan cuti bagi PNS pria sesuai yang telah ditentukan. Namun Asman mengaku tidak hapal berapa lama cuti normal yang diizinkan bagi PNS pria untuk menemani istrinya melahirkan.
"Kalau tidak dirawat cutinya sesuai dengan aturan. Kalau tidak salah dalam Perka itu sudah diatur, hanya beberapa hari. Jadi kalau istrinya dirawat baru diberikan cuti. Tapi tata caranya pun sudah diatur di dalam Perka itu. Bukan dibolehkan cuti satu bulan, itu salah pengertian," tandas dia.
Layanan Bisa Terganggu?
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, langkah BKN memberikan cuti kepada PNS pria untuk menemani istrinya melahirkan ini memberikan dampak positif."Aturannya diperbolehkan dan ini bagus sekali ya," tuturnya kepada Liputan6.com.
Adanya jatah cuti selama satu bulan tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap kinerja PNS dalam menjalani tugas untuk melayani masyarakat. "Di PNS itu kerjanya kan kerja tim. Jadi bisa digantikan oleh PNS yang lain bila yang satu cuti," ungkapnya.
Pengamat kebijakan pelayanan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah juga mengatakan hal yang sama terkait kebijakan baru ini.
"Jadi perlu diketahui bahwa ini maksimal libur paling lama sebulan, bukan sebulan full. Jadi kalau mau ambil 3 hari cuti, ya bisa. Ini dari aspek psikologis, kemanusiaan bagus sekali. Berarti mendukung para suami untuk bisa bertanggung jawab dalam menjaga istri. Bagus sekali ya," tuturnya.
Lina melanjutkan, perlu menjadi catatan bahwa jika memang ingin mengambil cuti dipersilakan, tetapi jangan sampai mengganggu tanggung jawab dalam melayani masyarakat.
Misalnya, jika bekerja dalam kependudukan, maka sebaiknya dicari pengganti yang mampu meng-handle pekerjaan ini. "Intinya bisa cari orang yang bisa gantikan pekerjaan kita," tutupnya.
Berbeda, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani keberatan dengan kebijakan pemerintah mengenai PNS pria yang dapat mengajukan cuti maksimal sebulan untuk mencampingi istri melahirkan.
Hariyadi menilai, kebijakan tersebut dapat menganggu produktivitas PNS sehingga bisa mengganggu layanan kepada masyarakat. "Kami sangat keberatan (kebijakan itu-red). Kami sudah bayar pajak. Ini bagaimana produktivitas PNS?," ujar Haryadi saat dihubungi Liputan6.com.
Negara-negara di ASEAN makin meningkatkan produktivitas pekerjanya. Saat ini di Indonesia telah ada ketentuan cuti 12 hari dan libur nasional. "Ini tidak masuk akal. Negara-negara di ASEAN sudah full speed, ini kita baru 40 jam," kata Hariyadi.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menambahkan, sebenarnya masa-masa genting saat melahirkan biasanya hanya sekitar satu minggu. Oleh sebab itu, menurut dia, masa cuti yang ideal bagi PNS pria yang istrinya melahirkan hanya satu minggu saja.
"Saya rasa memang kalau cutinya sampai satu bulan untuk PNS pria itu terlalu lama. Kalau pun harus cuti, sebenarnya maksimal satu minggu. Karena itu satu minggu itu saja yang masa-masa genting, setelah itu sudah normal," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia mencontohkan, di dunia usaha, rata-rata izin cuti yang diberikan perusahaan kepada karyawan pria yang istrinya melahirkan hanya sekitar 2-3 hari. Namun, masih bisa ditambah dengan memotong jatah cuti tahunan karyawan yang bersangkutan.
"(Aturan cuti di swasta) Belum ada aturan baku, hanya dispensasi yang diberikan perusahaan. Tergantung kebijakan perusahaan masing-masing. Tapi biasanya kalau meminta izin karena istri melahirkan ya dikasih, tapi tidak sampai satu bulan," kata dia.
Komentar
Posting Komentar