Sinopsis Lengkap Film "MEREBUT SATU SURGA"


Seorang remaja bernama Bian (T.Alviandra Fitrian) dikenal akan kecerdasan dan prestasi yang ditorehkannya mengangkat nama sekolah. Keluarga inti benar-benar menyayanginya terlebih sebagai anak bungsu, dia tergolong anak yang tidak banyak tingkah. Namun di tengah kecerdasan dan keasyikannya bergelut dengan buku-buku, suatu pertanyaan tanpa diundang hadir begitu saja menggoyahkan ketekunannya dalam belajar. Apa manfaat pendidikan sebenarnya? Tapi berkat Papa yang sangat diidolakannya itu ia tetap jalani prahara batin tentang makna pendidikan sejati yang terkadang dibumbui dengan cita-cita sang Papa (Syed Muhammad Ravien) yang selalu mendamba surga. Hingga dikenal dua surga: surga dunia dan surga akhirat yang abadi, yang menjadi dua tujuan hidup.

Cerita lain datang dari Yana (Tasha Aidina Citra). Seorang ibu baru di awal pernikahannya dengan Ravien (Setiawan Habibi). Yana dikenal sebagai perempuan cerdas dengan bukti otentik salah satunya sebagai lulusan  mahasiswi terbaik dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Berita kehamilannya disambut gembira oleh seluruh anggota keluarga, terlebih Yana benar-benar mengharapkan kehadiran seorang anak yang nantinya telah digantungkan sumpah dan janji supaya mendidik anaknya menjadi anak yang cerdas intelektual dan cerdas spiritualnya, berguna bagi nusa, bangsa dan agama.

Kisruh pendidikan dihadirkan dalam berbagai scene, di antaranya pergolakan antara Ibu Silvia (Nofia Afifah Puteri) yang tak lain adalah Ibu dari Bian dan Yana, dengan Ibu Devina Anggraini (Nabila Cindi Ediwi) selaku pimpinannya di SMP swasta itu, Bu Devina sendiri adalah Kepala Sekolah SMP Duta Cendikia. Problema dan dilema yang mempertaruhkan martabat seorang manusia, mengguncang Ibu Silvia hingga dengan tegas menentang tawaran kerja sama korupsi terselubung atas penggelapan dana lomba anak didik di Olimpiade Biologi.
   Film berdurasi 40 menit ini menggambarkan berbagai contoh kasus pendidikan lewat cerita yang dikemas apik. Seperti dialog Yana dengan Rayya (Aminah Citrasari) sahabatnya dulu di Yogya yang datang ke Pekanbaru sekedar jalan-jalan dan ternyata menjadi penyiar di salah satu radio. Dalam adegan keduanya ini berbincang perkara pendidikan yang lebih condong ke arah pernikahan, lantaran dalam undangan yang tertera nama pengantin wanita yang sudah bergelar magister tak dicantumkan demi menghormati calon pengantin lelaki yang tak pernah duduk di bangku perguruan tinggi.


Ada cerita lain Bian dengan anak-anak jalanan yang selalu ia temui di dekat sekolah. Dua anak pemulung yang selalu kerja keras dan punya mimpi tinggi untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah umumnya. Fahri (M.Alfarel Rayhanda) dan adiknya Rani (Puteri Melanie) adalah salah satu potret pendidikan anak jalanan yang begitu memprihatinkan. Selain dituntut dalam hidup sehari-hari, ekonomi yang sulit, tanah untuk tinggal yang terus digusur, apalagi untuk sekolah? Sekolah hanyalah harapan yang rutin hadir dalam mimpi-mimpi mereka. Juga cerita lain adalah seorang Ustadzah bernama Ranida (Kiswih Putri Hasinah) yang selalu mengimbangi emosional Bian kala batinnya diusik oleh masalah terkait pendidikannya yang muram karena belum ikhlas melepas kepergian sang Papa akibat sakit jantung menahunnya. Dan tepat di suatu malam Papa Andi menghembuskan nafas terakhir ketika menjadi imam dalam shalat Tahajud bersama Bian. Seperti kartini di abad millenium, Ustadzah Ranida hadir seperti ibu-ibu modern yang religius dengan nasihat yang bisa meluluhkan hati murid-murid didikan mengajinya. Bian terhibur setelah duka yang menyalah-nyalahkan pendidikan akibat terhipnotis ambisi surga yang selalu dikatakan Papa Andi.

Film ini Bian dan Yana menjadi tokoh sentral meski lebih menitikberatkan Bian sebagai sudut pandang cerita. Sepanjang film berdurasi 40 menit ini memaparkan sebuah pencarian batin akan arti pentingnya pendidikan? Sehingga Bian selalu bosan mendengarkan ucapan sang Kakak yang selalu memproklamirkan, menghargai arti pendidikan. Dalam pencariannya ini Bian ditemani para sahabat yang selalu mensupportnya baik di saat suka maupun duka. Di samping pendidikan film ini mencoba mengangkat realita sosial yang ada di negeri berjulukan Bhinneka Tunggal Ika. Dari itu dihidupkanlah beberapa tokoh rekaan yang menjadi teman-teman Bian yang berbeda agama tapi tetap bersama dan saling hormat-menghormati. Ada Ray (Irfan Kamil) yang beragama Hindu, ada Maria (Christina Roganda) dan temannya satu gereja (Clarita Sonia Siahaan), ada Andre (M.Fadhli Iman), ada Yoga (M. Viqri Febryan) seorang Cina Muslim dan tak lupa ada juga Fitriana Raenisa (Siti Asyura) seorang siswi yang terkenal cerdas dan shalihah sekaligus menjadi pacar Bian.

Salah satu konflik di antara geng belajar ini ialah pasang surut hubungan Bian dan Raenisa yang begitu fanatik dengan belajar sampai memilih putus dan menjadi sahabat saja menjelang Ujian Nasional. Bian kehilangan sebagian cahaya hidupnya dan lama-lama merenungkan segala kejadian ini.

Sederet kisah sendu lain yang juga prahara terbesar Yana ketika usia kehamilannya delapan bulan, ia malah keguguran karena kecelakaan kecil. Semua anggota keluarga panik, Bian dijemput dari sekolah, Mama Silvia yang tengah panik di sekolah tempat mengajarnya dapatkan isyarat dengan tasbihnya yang putus, Bang Cakka (Raka Mussada) abang satu tingkat di atas Bian yang jarang di rumah karena kost di dekat kampusnya serta Bang Ravien yang tengah kerja di kantor langsung pulang membawanya ke Rumah Sakit. Tapi semua terlambat, keluarga besar kehilangan satu anggota keluarga yang begitu didamba.

Akhir cerita surga yang menjadi benang merah atas kasus besar pendidikan dan realita sosial ialah ketika Bian mengerti maksud dua surga: surga dunia dan surga akhirat. Setidaknya dalam ikhtiar merebut surga sesungguhnya di akhirat, Bian mencoba mengumpulkan surga-surga yang Allah turunkan rezekinya di dunia ini. Ia sukses dengan nilai UN tertinggi se-Riau sementara Yana yang depresi kehilangan putera bayangan yang sebelumnya sempat menemuinya di mimpi. Nama yang telah ia siapkan berupa Habibie (Endrico Dwi Julianto) supaya kecerdasan dan ketekunannya sama seperti Bapak BJ. Habibie, presiden ketiga jenius yang pernah dimiliki di Republik ini. Yana memilih menjadi guru di salah satu perkampungan pemulung di pinggiran Kota Pekanbaru. Karena untuk mewujudkan embel-embel hidupnya ’yang selalu menghargai arti pendidikan’ dengan mendidik anak-anak titipan Allah itu sebelum Allah benar-benar menitipkan anak yang sebenarnya kepada Yana. Itulah dua surga yang diwakili dengan judul: MEREBUT SATU SURGA.

 GALA PREMIERE FILM MEREBUT SATU SURGA:



Komentar

Postingan Populer