FILM P A R T I K E L I R: SATIR TAPI TAK PANDIR




G E B Y A R    F I L M   I N D O N E S I A
P A R T I K E L I R:
SATIR TAPI
TAK PANDIR
Oleh Moch.Taufik Hidayatullah
No. 55 / MINGGU 7 – 20 Mei – 26 Mei  / Gebyar Film Indonesia


            Detektif swasta berkelana dalam sebuah kasus yang bergengsi di tengah carut-marut realita politik dan kondisi sosial sekitar. Film Partikelir (2018) lihai bermain satir dalam menertawakan banyak situasi yang dinilai riskan untuk dijadikan anekdot. Tetapi kenyataannya sebuah perjuangan mengedepankan kebenaran dan keadilan sudah bukan waktunya lagi untuk bergerak di bawah tanah. Adri (Pandi Pragiwaksono) dan Jaka (Deva Mahenra) sebagai konsolidasi dua partikelir junior yang hendak membangkitkan lagi keinginan mereka menjadi detektif di masa kecil memutuskan menangani kasus yang tidak main-main.
            Sebuah upaya menegakkan sesuatu yang memang sepantasnya ditegakkan selalu menjadi bagian menarik dalam episode super hero. Ketika berkiblat pada kontekstual masyarakat Indonesia yang mengedepankan banyak hegemoni yang sejatinya mengekang ruang kebebasan, segelintir orang memilih pantang bungkam atas ketidakadilan yang berlaku di sekitarnya.
            Penceritaan Partikelir terbilang ringan namun sarat renungan yang mengandung nilai-nilai moral. Film ini mengedukasi penonton secara implisit dan jauh dari kesan menggurui yang berlebihan. Kritik atas pemerintahan dan gerakan politik yang terjadi dewasa ini sering dipelesetkan sebagai sinyal untuk terus dijadikan rujukan pembelajaran. Komedi yang diolah sepanjang film begitu mengena dan tidak menjadikan seseorang tampil pandir untuk memenuhi kebutuhan mengocok perut penonton. Sentilan tertentu pada beragam kejadian anomali di kisaran pergaulan masyarakat tak bosan-bosannya membuat penonton terhibur.
            Tetapi sebagaimana kebiasaan rumah produksi Starvision Plus yang menyertakan embel-embel genre dalam keterangan judul film. Partikelir terlalu timpang tindih disebut sebagai film komedi aksi. Mengingat persentase aksi laga yang melibatkan atraksi bela diri sangatlah sedikit dibanding adegan kocak seputar tembak-menembak. Bahkan adegan-adegan yang seharusnya ditujukan untuk berlaga tersebut malah direka sebagai sesuatu yang jenaka. Iringan musik yang tak diragukan lagi dari Andhika Triyadi sangat menghidupkan atmosfer film Partikelir.
            Mengakhiri narasi apresiasi film Partikelir, cerita yang juga digubah ke dalam versi komik ini adalah salah satu cerita yang pantas dikonsumsi para penikmat hiburan. Tak hanya sibuk membuat penonton tertawa tetapi aktif mengajak penonton untuk berpartisipasi memikirkan keprihatinan atas kondisi politik Indonesia yang gawat dengan berbagai isu dekonstruktif. Kendati lihai bersatir tetapi film ini pantang memunculkan figur pandir sebagai subjek yang layak diserapahi lewat gelakan terkekeh berindikasi penghinaan. Komedi yang menghormati dan diperlakukan secara terhormat. (GN-©MTH)

Komentar

Postingan Populer